Minggu, 28 Oktober 2007

Taal, Misteri Keindahan yang Terpendam di Filipina

Menikmati pemandangan gunung atau danau barangkali hal yang sudah sangat biasa dilakukan. Tetapi menikmati sekaligus keduanya, menjadi luarbiasa dan merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Apalagi di dalam gunung berapi masih aktif yang dikelilingi oleh danau tersebut juga terdapat kaldera yang membentuk danau, semakin melengkapi kekaguman akan ciptaan Sang Khalik. Danau dan Gunung Taal merupakan salah satu keajaiban tersebut. Danau ini terletak di Pulau Luzon, Filipina, 50 km dari kota Manila, dan berada di provinsi Batangas, tepatnya di kota Tagaytay yang merupakan daerah dataran tinggi.

Luasnya Danau Taal barangkali bisa dibandingkan dengan luasnya Danau Toba di Indonesia, 30 km2. Konon danau ini terbentuk karena erupsi Gunung Taal yang luar biasa pada jaman dulu, meski aktifitas Gunung Taal sendiri sudah tercatat sejak tahun 1572. Sampai sekarang sudah tercatat 33 kali letusan besar, dan letusan yang terjadi pada tahun 1911 menyebabkan kematian 1,300 lebih korban manusia yang tinggal di sekitarnya akibat gas beracun dan suhu tinggi sekali. Namun letusan yang paling besar dengan kekuatan penuh terjadi pada tahun 1965. Kapan terciptanya kaldera yang seolah-olah menjadi danau di dalam Gunung Taal, masih menjadi pertanyaan hingga kini. Yang jelas, keindahan Danau dan Gunung Taal menjadi misteri bagi penduduknya. Aktifitas vulkanik Gunung Taal terakhir tercatat pada November 2004, meski dalam skala kecil dengan menunjukkan peningkatan guguran lava pada dindingnya (tidak mempunyai puncak karena berbentuk kubah) dan beberapa kali gempa dari skala kecil sampai besar yang dapat dirasakan oleh penduduk di sekitarnya. Aktifitas ’bersin’ sang gunung yang misterius ini sempat diwaspadai oleh the Philippine Institute of
Volcanology and Seismology (Phivolcs)
dengan memberikan alert atau peringatan kepada penduduk yang tinggal di dekat danau Taal, apalagi suhu air danau sempat memanas. Tentu karena ’direbus’ oleh aktifitas sang gunung. Namun demikian, letusan gunung Taal yang besar tidak terjadi pada saat itu.

Misteri Danau dan Gunung Taal tidak hanya tinggal misteri yang diam begitu saja. Seperti halnya gunung berapi yang membawa berkah bagi manusia yang diam di sekitarnya, Danau dan Gunung Taal juga membawa berkah bagi penduduk di sekitarnya. Danau Taal ternyata menyimpan kekayaan luar biasa. Ikan berkembang dengan sangat baik di sana dan menjadi mata pencaharian yang menggiurkan bagi peternak ikan dan nelayan. Tidak kurang puluhan ton ikan dikembangkan dan dihasilkan dari danau Taal dan dipasarkan ke kota-kota sekitarnya, termasuk ke restoran-restoran di sekitar danau Taal yang menyajikan masakan ikan sebagai menu yang diminati oleh pengunjung. Tidak hanya untuk perikanan, tetapi juga dalam bidang wisata. Danau dan Gunung Taal membawa berkah bagi penduduk di sekitarnya untuk mengembangkan pariwisata, di tengah-tengah kemelut kemiskinan yang tetap menjadi problem utama negeri ibu Corry Aquino seperti halnya Indonesia ini.

Keindahan danau ini bisa dinikmati dari banyak titik, karena dikelilingi oleh beberapa titik kota. Yang paling dekat memang kota Tagaytay, dan bersyukur penulis bisa beberapa kali mengunjungi dan menikmati pemandangan danau karena mendapat kesempatan tinggal di dekat kota Tagaytay selama 2 bulan untuk mengikuti pelatihan. Di waktu luang selama training, maka pilihan yang paling disenangi penulis adalah pergi ke café di mana penulis bisa langsung menikmati keindahan Gunung dan Danau Taal sambil menikmati panasnya kopi Filipina yang harum tetapi sedikit ada rasa asamnya.

Melihat peluang bisnis wisata dengan memanfaatkan misteri Danau dan Gunung Taal, para pengusaha wisata Tagaytay membuka bisnis kafe di sekitar dataran tinggi yang mengelilingi danau Taal. Alhasil, banyak bertebaran kafe-kafe baik local maupun waralaba level international seperti Starbuck pun masuk di daerah ini. Maka tak heran, Danau Taal dan kota Tagaytay menjadi tujuan utama wisata yang dibanggakan di Filipina, dan akan sangat ramai dikunjungi pada hari libur atau week-end. Namun demikian, jangan dibayangkan situasi lalu lintasnya seperti di Puncak, meski ramai dikunjungi oleh wisatawan dari kota besar seperti Manila, lalu lintas di kota Tagaytay tidak pernah macet selama penulis berada di sana.

People Park

Salah satu titik wisata untuk menikmati keindahan Danau dan Gunung Taal adalah People Park, sebuah taman wisata yang berada di jantung kota Tagaytay. Di area ini pengelola menyediakan berbagai fasilitas wisata, termasuk menunggang kuda sebagai salah satu daya tarik. Pengunjung bisa berjalan atau duduk-duduk saja di gazebo yang disediakan oleh pengelola. Tentu masuk People Park tidaklah gratis, pengunjung harus membayar 25 peso (setara Rp 5000) per orang hanya untuk memasuki area taman. Sedangkan kalau ingin menggunakan fasilitas lain seperti gazebo, menunggang kuda, dan lain-lain, harus membayar ekstra.

Sayangnya, beberapa fasilitas bangunan di People Park tidak terawat dengan baik. Beberapa bangunan malah dibiarkan rusak dan tidak diperbaiki seperti beberapa paviliun tempat beristirahat atau beberapa cafe. Seperti halnya ‘penyakit’ orang Indonesia, ada juga tangan orang jahil mencorat coret fasilitas People Park, sehingga menimbulkan kesan kotor. Taman yang luas dan dirindangi oleh pohon-pohon besar memang nyaman sebagai tempat duduk dan bercengkarama bersama keluarga atau teman-teman. Namun sayang, beberapa orang belum sadar membuang sampah di tempat yang disediakan, meski dimana-mana terdapat papan peringatan membuang sampah di tempatnya. Sempat penulis berpikir, “Wah orang Filipina penyakitnya kok sama ya dengan orang Indonesia”. Cukup banyak pengunjung yang menikmati liburan bersama keluarganya di People Park, apalagi pada hari Minggu. Bahkan beberapa gazebo diduduki oleh kelompok wisata.

Yang menarik, ketika penulis berkunjung ke sana bersama teman-teman (2 di antaranya orang Filipina), ada sebuah kelompok bapak dan ibu yang tampaknya dari kalangan gereja menyanyikan sebuah lagu gereja untuk menghibur seorang ibu yang menangis tersedu-sedu. Tampaknya ibu tersebut sedang berduka karena kematian orang yang dicintainya, dan kelompok gereja tersebut menghibur sang ibu. Bisa dipahami karena masyarakat Filipina adalah masyarakat agamis (mayoritas penganut Katolik), sehingga dimana pun simbol-simbol dan tradisi keagamaan mudah ditemukan. Saat penulis mengamati kegiatan kelompok yang menghibur ibu tersebut, meski tampak sederhana namun cukup menyentuh hati. Di tengah-tengah masyarakat modern dan dekat dengan budaya Barat, masih saja ada kepedulian di antara mereka.

Jembatan Gantung yang tua

Salah satu fasilitas di People Park adalah jembatan gantung yang panjang sekitar 100 meter yang menghubungkan salah satu tebing ke tebing lain setelah pengunjung berjalan cukup jauh dari tangga satu ke tangga lain. Saat penulis harus melewati jembatan ini, pertamakali agak khawatir juga. Selain karena phobia ketinggian, jembatan ini tampak sudah tua, meski disangga dengan besi dan anak tangga terbuat dari papan kayu. Jadi teringat peristiwa jembatan gantung tua yang putus di Batu Raden Jawa Tengah pada liburan Lebaran tahun lalu, dimana beberapa orang pengunjungnya jatuh ke sungai dan beberapa diantaranya meninggal. Namun bagaimana lagi, mau tidak mau setiap pengunjung di People Park ini harus melewati jembatan ini untuk menyeberang. Dengan ekstra keberanian akhirnya bisa juga melewati jembatan gantung setelah beberapa kali ambil foto pemandangan danau dari jembatan agar obyek foto yang indah tidak terlewati, meski sambil was-was juga.

Setelah lega melewati jembatan tua, kami meneruskan perjalanan menuju gardu pandang yang tertinggi untuk melihat keindahan Danau dan Gunung Taal secara keseluruhan. Tentu bagi pasangan muda mudi yang menikmati masa pacaran tempat ini merupakan tempat romantis untuk menghabiskan waktu berduaan. Di sini juga perjalanan menikmati misteri keindahan Danau dan Gunung Taal melalui titik People Park kami akhiri pada hari itu, dengan niat akan kembali ke sana sebelum kembali ke Indonesia. Sambil menunggu jeepney angkot khas Filipina yang membawa kami menuju restoran Chowking untuk mencicipi es Halo-halo (minuman khas Filipina), penulis mencatat dalam hati misteri keindahan Taal sebagai kenangan hidup yang tak terlupakan. Seandainya negeri ini tidak seperti Indonesia yang angka korupsinya sangat tinggi, tentu misteri Taal makin indah untuk dinikmati dan ada museum pendidikan serta penelitian yang bisa memperkaya ilmu bumi di Filipina.(April, 2007)

1 komentar:

-onk- mengatakan...

waah asiknya, serasa jalan2 ke Taal. Terima kasih laporan pandangan mata dari Yu Dewi hehew... jd pengen traveling ksana neh :)
mana foto-fotonya bu?